Indonesia menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.
Kenaikan permukaan laut, banjir rob, dan suhu yang semakin panas adalah sebagian dari gejala yang merusak ekosistem dan kehidupan masyarakat.
Dalam konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Brasil, Presiden Prabowo Subianto menyoroti dampak langsung perubahan iklim terhadap Indonesia.
Dampak Perubahan Iklim terhadap Hak Asasi Manusia
Perubahan iklim bukan hanya ancaman terhadap lingkungan, tetapi juga mengganggu hak asasi manusia (HAM).
Menurut United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), perubahan iklim dapat merusak hak atas kehidupan, hak atas kesehatan, dan hak atas pekerjaan (UNFCCC, 2022).
Kenaikan permukaan laut yang mencapai lima sentimeter per tahun di pantai utara Jawa, misalnya, mengancam pemukiman dan lahan pertanian.
Baca Sebelumnya:
- Perubahan Iklim dan Tantangan Perubahan Pola Pemukiman di Indonesia
- Solusi Teknologi untuk Mengatasi Dampak Perubahan Iklim di Indonesia
- Pemindahan Ibu Kota: Jawaban Prabowo atas Perubahan Iklim
Hal ini mempengaruhi hak para petani dan nelayan yang kehilangan sumber penghidupan mereka.
Oleh karena itu, Prabowo harus mengimplementasikan kebijakan yang melindungi hak masyarakat dalam menghadapi dampak perubahan iklim, termasuk melalui mitigasi dan adaptasi.
Kebijakan Pemindahan Ibu Kota dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur bukan hanya soal administrasi, tetapi juga bagian dari strategi menghadapi ancaman perubahan iklim.
Jakarta, yang terletak di wilayah rawan banjir dan mengalami penurunan permukaan tanah yang pesat, tidak lagi aman sebagai pusat pemerintahan.
Pemindahan ibu kota, meskipun membawa tantangan hukum, memberikan peluang untuk merancang perencanaan kota yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Menurut Laporan Perencanaan Pembangunan Ibu Kota Negara (2023), langkah ini tidak hanya mencakup pembangunan fisik, tetapi juga penyusunan regulasi untuk pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik, meliputi pengelolaan hutan, pertanian, dan perikanan yang berkelanjutan.
Pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo diharapkan dapat memperkenalkan kebijakan hukum yang mendorong penggunaan energi terbarukan dan teknologi hijau yang ramah lingkungan.
Selain itu, pemerintah mampu memberikan hak yang jelas kepada masyarakat mengenai kepemilikan dan pengelolaan lahan.
Mitigasi Emisi Karbon dan Penerapan Energi Bersih
Salah satu langkah konkret yang dapat diambil oleh Indonesia untuk mengurangi dampak perubahan iklim adalah mengurangi emisi karbon dan beralih ke energi bersih.
Berdasarkan laporan dari International Renewable Energy Agency (IRENA, 2023), Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan sumber energi terbarukan, seperti energi surya, angin, dan biomassa.
Negara-negara seperti Denmark dan Jerman telah berhasil mengurangi ketergantungan mereka pada energi fosil melalui penerapan smart grid dan penyimpanan energi.
Jerman misalnya, mengembangkan sistem smart grid untuk menstabilkan distribusi energi terbarukan meskipun menghadapi perubahan cuaca ekstrem.
Pemerintah Indonesia perlu memperkuat regulasi yang mendukung adopsi teknologi energi bersih, termasuk pemberian insentif bagi sektor industri dan masyarakat yang beralih ke energi terbarukan.
Dalam konteks ini, undang-undang terkait energi terbarukan perlu diperkuat, termasuk mekanisme pemantauan dan pengawasan yang memastikan pelaksanaan yang efektif dan berkelanjutan.
Perencanaan Kota Berkelanjutan dan Kebijakan Adaptasi
Perubahan iklim mendorong Indonesia untuk merancang kota yang lebih berkelanjutan dan tangguh terhadap bencana.
Singapura menjadi contoh negara yang telah berhasil mengintegrasikan teknologi untuk mengelola perubahan cuaca.
Mereka menggunakan big data dan sensor untuk memprediksi banjir serta mengelola air hujan secara lebih efisien (Singapore Ministry of Sustainability and the Environment, 2023).
Indonesia, dengan pertumbuhan urbanisasi yang pesat, perlu mencontoh pendekatan ini dalam perencanaan kota dan pembangunan infrastruktur ramah lingkungan, seperti ruang terbuka hijau, transportasi umum berbasis energi bersih, dan sistem pengelolaan air yang efektif.
Kebijakan hukum yang mengatur perencanaan kota berkelanjutan harus memastikan adanya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan terhadap lingkungan.
Penerapan kebijakan berbasis data dan teknologi akan memungkinkan perencanaan yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim.
Tanggung Jawab Negara dan Kewajiban Internasional
Indonesia, sebagai anggota dari berbagai perjanjian internasional, memiliki kewajiban hukum untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Dalam konteks ini, prinsip tanggung jawab negara sangat penting.
Negara harus bertindak untuk melindungi warga negaranya dari dampak negatif perubahan iklim, terutama kelompok rentan seperti nelayan dan petani.
Oleh karena itu, Indonesia perlu memperkuat kebijakan mitigasi dan adaptasi yang terintegrasi dalam undang-undang nasional dan peraturan daerah.
Selain itu, Indonesia juga harus mematuhi komitmennya dalam Perjanjian Paris untuk mengurangi emisi karbon secara signifikan.
Menurut laporan dari World Resources Institute (WRI, 2020), perubahan iklim yang lebih buruk dapat memperburuk kemiskinan dan ketimpangan sosial.
Oleh karena itu, kebijakan hukum yang berpihak pada pengurangan emisi dan adaptasi terhadap perubahan iklim harus diiringi dengan upaya pemberdayaan masyarakat yang terdampak.
Sumber:
- UNFCCC. (2022). Climate Change and Human Rights. United Nations Framework Convention on Climate Change.
- International Renewable Energy Agency (IRENA, 2023). Renewable Energy Prospects for Indonesia.
- Singapore Ministry of Sustainability and the Environment (2023). Smart City Initiatives and Climate Resilience in Singapore.
- World Resources Institute (WRI, 2020). Climate Risk in the Pacific Islands: Indonesia Case Study.
- Laporan Perencanaan Pembangunan Ibu Kota Negara (2023). Perencanaan Kota Berkelanjutan di Indonesia.