Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan kondisi genting Indonesia akibat perubahan iklim dalam KTT G20 di Brasil.
Dampak krisis ini dirasakan di berbagai wilayah, terutama daerah pesisir.
Pantai utara Jawa menjadi salah satu kawasan yang paling terdampak.
Kenaikan permukaan laut mencapai lima sentimeter per tahun.
Akibatnya, sebagian besar wilayah pesisir terendam.
Ratusan hektar lahan produktif hilang. Petani kehilangan sawah, nelayan sulit melaut.
Menurut BMKG, tinggi muka laut Indonesia meningkat 0,8 hingga 1,2 sentimeter setiap tahun.
Curah hujan tinggi memperburuk situasi, mencapai 75 milimeter per bulan.
Sekitar 18 ribu kilometer garis pantai kini rentan.
Wilayah laut seluas 5,8 juta kilometer persegi menjadi berbahaya bagi kapal nelayan kecil.
Perubahan iklim juga memanaskan suhu rata-rata Indonesia.
Kenaikan suhu berkisar antara 0,45 hingga 0,75 derajat Celsius.
Sementara itu, suhu global meningkat 1,20 derajat dalam sepuluh tahun terakhir.
Pemanasan global mendorong pencairan es di Kutub Utara dan Selatan.
Hal ini menyebabkan kenaikan muka laut global sekitar 4,72 milimeter per tahun.
Negara tropis seperti Indonesia menjadi yang paling terdampak.
Krisis ini tidak hanya merusak lingkungan. Dampaknya langsung terasa pada kehidupan masyarakat.
Kemiskinan dan kelaparan semakin parah. Petani kehilangan lahan. Nelayan kehilangan hasil tangkapan.
Kondisi ini memaksa pemerintah bertindak. Salah satu langkah besar adalah memindahkan ibu kota negara.
Jakarta dinilai tak lagi aman. Kalimantan Timur dipilih sebagai lokasi baru.
Pemindahan ibu kota bukan hanya soal administrasi.
Ini adalah upaya untuk menghadapi ancaman besar akibat perubahan iklim.
Prabowo menyatakan pemerintah juga berkomitmen mengurangi emisi karbon.
Energi bersih mulai diperkenalkan. Penghijauan digalakkan.
Langkah ini diharapkan menjadi solusi jangka panjang. Dengan mitigasi yang tepat, Indonesia berusaha menjaga masa depan yang lebih baik.
Sumber: