Site icon

Oposisi dan Koalisi dalam Sistem Presidensial

Ketua umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Foto: Pdiperjuangan.id

Ketua umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Foto: Pdiperjuangan.id

Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menyebut tidak ada konsep koalisi dan oposisi dalam sistem pemerintahan presidensial.

Istilah koalisi dan opisisi hanya muncul dalam sistem pemerintahan parlementer.

Sebab itu, dia mengumandangkan sikap bekerja sama untuk membangun Indonesia lebih baik.

Pernyataan ini sangat menarik untuk dianalisis dalam konteks ilmu politik,

Khususnnya bagaimana sistem presidensial dan perlementer berfungsi serta peran partai politik dalam kedua sistem tersebut.

Sistem Presidensial:

Kekuasaan Eksekutif:  Dalam sistem presidensial, pemilihan presiden langsung oleh rakyat dan memiliki kekuasaan eksekutif terpisah dari legislatif.

Presiden tidak bergantung pada dukungan langsung dari parlemen untuk tetap menjabat, sehingga memiliki masa jabatan tetap kecuali ada pemberhentian melalui proses impeachment.

Pemilihan Terpisah: rakyat memilih presiden dan legislatif secara terpisah.Hal ini menciptakan kondisi di mana partai yang berbeda dapat menguasai eksekutif dan legislatif.

Selain itu, bisa memunculkan potensi konflik kebijakan antara kedua lembaga.

Stabilitas Eksekutif: Karena presiden menjabat untuk periode tetap, ada stabilitas yang lebih besar dalam eksekutif daripada sistem parlementer.

Artinya, pemerintah bisa jatuh melalui mosi tidak percaya.

Peran Partai: Meskipun tidak ada oposisi dan koalisi formal seperti dalam sistem parlementer, partai politik tetap berperan penting.

Partai-partai ini dapat membentuk aliansi informal untuk mendukung atau menentang kebijakan presiden.

Sistem Parlementer:

Kekuasaan Eksekutif: Partai atau koalisi mayoritas di parlemen memilih perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.

Perdana menteri harus mempertahankan dukungan tersebut agar tetap berkuasa.

Ketergantungan pada Legislatif: Pemerintah dalam sistem parlementer sangat bergantung pada dukungan legislatif.

Mosi tidak percaya bisa menjatuhkan pemerintahan dengan syarat ada koalisi yang solid di parlemen.

Koalisi: Pembentukan koalisi bertujuan untuk mencapai mayoritas suara dalam membentuk pemerintahan.

Koalisi ini bisa sangat dinamis, berubah sesuai dengan situasi politik dan isu-isu yang berkembang.

Oposisi: Partai atau koalisi yang tidak termasuk dalam pemerintahan bertindak sebagai oposisi, yang memiliki peran penting dalam mengawasi dan mengkritisi kebijakan pemerintah.

Analisis Pernyataan Megawati

Keberadaan Oposisi dan Koalisi:

Dalam sistem presidensial, meskipun konsep oposisi dan koalisi formal seperti dalam sistem parlementer mungkin kurang menonjol, peran ini tetap ada dalam bentuk yang berbeda.

Baca Juga: Kasus Kematian Vina Cirebon: Tinjauan dari Aspek Ilmu Hukum

Baca Juga: Penyebab dan Mitigasi Galodo di Kabupaten Agam dan Tanah Datar

Partai-partai politik di legislatif bisa berfungsi sebagai oposisi dengan mengkritik dan menentang kebijakan presiden, serta mendukung kebijakan alternatif.

Misalnya, di Amerika Serikat, partai politik di kongres sering membentuk blok oposisi atau mendukung presiden berdasarkan afiliasi politik mereka.

Kerja Sama dalam Pembangunan Negara:

Pernyataan Megawati yang mengimbau kerja sama lintas partai untuk membangun negara mencerminkan keinginan untuk mengurangi polarisasi politik.

Kerja sama lintas partai ini bisa dianggap sebagai bentuk koalisi informal yang mendukung agenda pembangunan nasional tanpa memandang perbedaan politik.

Meski tidak ada oposisi dan koalisi, dinamika politik di sistem presidensial tetap mencakup elemen tersebut dalam bentuk yang fleksibel dan kontekstual.

Kesimpulan

Pernyataan Megawati Soekarnoputri mengenai ketiadaan oposisi dan koalisi dalam sistem presidensial memberikan perspektif yang menarik dalam memahami dinamika politik Indonesia.

Meskipun secara formal mungkin tidak ada oposisi dan koalisi seperti dalam sistem parlementer, dalam praktiknya, partai-partai politik tetap memainkan peran penting dalam mendukung atau menentang kebijakan presiden.

Kerja sama lintas partai untuk pembangunan negara, seperti yang diimbau Megawati, menunjukkan pentingnya kolaborasi dalam politik, terlepas dari sistem yang digunakan.

Sumber:

Scott Mainwaring and Matthew Shugart, “Presidentialism and Democracy in Latin America,” Cambridge University Press, 1997.

Juan Linz, “The Perils of Presidentialism,” Journal of Democracy, 1990.

Gabriel A. Almond, G. Bingham Powell, Jr., Kaare Strom, and Russell J. Dalton, “Comparative Politics Today: A World View,” Pearson, 2012.

 

Exit mobile version