Presiden Indonesia Prabowo Subianto membuat target besar pada 2027, yakni pertumbuhan ekonomi 8%.
Pernyataan ini bukan hanya sekadar angka, tetapi simbol dari harapan dan ambisi bangsa yang ingin bangkit.
Namun, pertanyaan segera muncul di benak banyak orang: Bagaimana caranya?
Menyusuri Jejak Sejarah
Di balik ambisi ini, Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, mengingatkan semua orang akan sejarah.
Di tahun 1995, di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia pernah merasakan pertumbuhan yang luar biasa.
Namun, dunia kini jauh berbeda.
Baca Juga: Menggapai Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Ketergantungan Global
Teknologi berkembang pesat, ekonomi digital merajai pasar global, dan Indonesia harus memanfaatkan peluang ini.
Tapi, bukan tanpa tantangan.
Airlangga menekankan pentingnya tiga sektor utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Tiga sektor itu adalah konsumsi domestik, investasi, dan ekspor.
Indonesia, menurutnya, harus memastikan bahwa sektor-sektor ini bergerak bersama, seiring dengan berkembangnya teknologi.
Kunci Perubahan
Di balik optimisme pemerintah, teknologi muncul sebagai pilar utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
E-commerce yang tumbuh pesat, transformasi digital di sektor manufaktur, hingga layanan keuangan berbasis teknologi (fintech) semuanya berperan dalam membuka peluang baru.
Bank Dunia mencatat bahwa Indonesia, dengan lebih dari 170 juta pengguna internet, memiliki potensi pasar digital yang sangat besar.
Pada tahun 2025, transaksi e-commerce diperkirakan akan mencapai lebih dari 80 miliar dolar AS.
Namun, bukan hanya soal angka.
Teknologi memberikan kesempatan bagi pelaku usaha di daerah terpencil untuk memperluas pasar mereka, membuka akses ke layanan keuangan yang sebelumnya sulit dijangkau.
Selain itu, teknologi juga memfasilitasi transaksi yang lebih efisien.
Dengan teknologi, Indonesia tak hanya bisa tumbuh, tetapi juga melampaui batas yang sebelumnya dianggap mustahil.
Dua Pilihan yang Mendasar
Seperti kisah yang penuh liku, ada dua pilihan besar yang harus dihadapi: Akselerasi Cepat atau Reformasi Struktural.
Akselerasi Cepat adalah pilihan yang menuntut pengeluaran besar dari pemerintah dan investasi masif dalam infrastruktur.
Pilihan ini menawarkan hasil yang cepat, namun risikonya tinggi, inflasi bisa melonjak, dan ketidakpastian ekonomi bisa menggoyahkan fondasi yang sudah dibangun.
Sebaliknya, Reformasi Struktural lebih berhati-hati.
Pendekatan ini menekankan pada peningkatan produktivitas tenaga kerja dan efisiensi modal.
Walau pertumbuhannya tidak secepat akselerasi cepat, namun ini adalah pilihan yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Pemerintah kini berada di persimpangan jalan.
Dua pilihan ini seperti dua sisi mata uang, mereka menawarkan harapan yang sama, namun dengan risiko yang berbeda.
Menghadapi Tantangan Global
Dalam perjalanan menuju pertumbuhan yang tinggi, Indonesia tak bisa hanya melihat ke dalam negeri.
Ancaman perubahan iklim bisa mengguncang stabilitas ekonomi.
Cuaca yang semakin tidak menentu bisa mempengaruhi sektor pertanian, yang selama ini menjadi pilar penting perekonomian Indonesia.
Oleh karena itu, respons kebijakan yang tepat sangat diperlukan untuk menjaga ketahanan pangan dan mendukung pertanian yang berkelanjutan.
Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia, mengingatkan bahwa kebijakan fiskal harus mendukung transisi ekonomi rendah karbon.
Indonesia juga telah memiliki taksonomi hijau, yang menjadi landasan penting dalam menarik investasi hijau untuk masa depan yang lebih lestari.
Melangkah Bersama ASEAN
Saat Indonesia melangkah ke depan, kerja sama regional juga menjadi kunci.
ASEAN, dengan berbagai negara yang memiliki potensi ekonomi yang besar, bisa menjadi mitra penting dalam memperkuat integrasi ekonomi kawasan.
Dengan stabilitas yang tercipta, Indonesia dapat memanfaatkan momentum ini untuk meningkatkan perdagangan dan investasi, serta menghadapi tantangan global secara bersama-sama.
Mimpi besar Indonesia menuju angka 8% pada 2027 bukan hanya sebuah cita-cita.
Ini adalah perjalanan panjang yang membutuhkan ketekunan, kebijakan yang bijak, dan dukungan dari seluruh pihak.
Dengan teknologi sebagai pendorong utama, kebijakan fiskal yang tepat, dan kerja sama internasional, Indonesia bisa melangkah jauh menuju masa depan yang lebih cerah.
Seperti halnya perjalanan panjang lainnya, jalan menuju 8% penuh dengan tantangan.
Hanya dengan kerja keras, inovasi, dan kesatuan visi, Indonesia akan mampu menorehkan sejarah baru.
Sejarah pertumbuhan yang tidak hanya mengandalkan angka, tetapi juga keberlanjutan yang adil bagi seluruh rakyat.
Sumber: