Skandal judi online di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menggemparkan publik.
Polda Metro Jaya menangkap 15 orang terkait kasus ini.
Ironisnya, 11 dari mereka adalah pegawai Komdigi.
Mereka yang seharusnya memblokir situs-situs judi malah melindungi ribuan situs terlarang.
Skandal ini bukan sekadar pelanggaran hukum.
Ia mencerminkan sisi gelap lembaga pemerintah yang seharusnya menjaga dunia digital, tetapi justru terjebak dalam jerat korupsi.
Penyalahgunaan Kekuasaan: Perspektif Sosial
Dari kacamata sosial, kasus ini menggambarkan penyalahgunaan wewenang.
Teori otoritas rasional-legal Max Weber menyebutkan bahwa kekuasaan hanya sah bila dijalankan sesuai aturan.
Namun, pegawai Komdigi justru memanfaatkan otoritas mereka demi keuntungan pribadi.
Dalam teori anomie dari Merton, ketidaksesuaian antara tujuan sosial dan cara yang benar sering memunculkan penyimpangan.
Di sini, keuntungan pribadi mengaburkan nilai tanggung jawab publik dan integritas.
Kontrol Sosial yang Runtuh: Kegagalan Pengawasan
Kasus ini juga menunjukkan lemahnya kontrol sosial dalam pengawasan lembaga.
Teori Kontrol Sosial dari Hirschi menyatakan bahwa individu akan menahan diri dari perilaku menyimpang jika terikat pada norma yang kuat.
Namun, dalam kasus ini, ikatan tersebut tampak rapuh.
Pegawai yang terlibat seakan kehilangan komitmen terhadap nilai integritas.
Foucault dalam teorinya tentang panopticism menekankan bahwa pengawasan yang konsisten adalah kunci mencegah pelanggaran kekuasaan.
Tanpa pengawasan ketat, sistem rentan terhadap praktik ilegal.
Erosi Kepercayaan Publik: Dampak Terhadap Legitimasi
Lebih dari sekadar soal judi, skandal ini menghancurkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Luhmann dalam teori kepercayaan menjelaskan bahwa kepercayaan adalah benang merah yang menghubungkan masyarakat dengan sistem sosial.
Saat lembaga pemerintah melindungi situs-situs ilegal, kepercayaan publik tergerus. Ketika kepercayaan ini hilang, wibawa lembaga ikut memudar.
Masyarakat menjadi skeptis, dan legitimasi pemerintah mulai dipertanyakan.
Akuntabilitas dan Reformasi: Langkah Perbaikan Sistem
Sebagai respons, Kemkomdigi menonaktifkan 11 pegawai yang terlibat dan mengadakan audit sistem.
Gunningham dan Grabosky dalam buku Smart Regulation menekankan pentingnya akuntabilitas publik.
Akuntabilitas ini mendorong transparansi dan mencegah penyalahgunaan.
Langkah Kemkomdigi adalah upaya untuk mengembalikan kepercayaan publik dan memastikan bahwa sistem berjalan sesuai fungsinya.
Namun, reformasi seharusnya tidak berhenti di sini.
Foucault menekankan pentingnya pengawasan preventif daripada sekadar tindak lanjut.
Komdigi perlu menciptakan sistem yang tidak hanya mendeteksi pelanggaran tetapi juga mencegahnya sejak dini.
Ini akan memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Meningkatkan Literasi Digital: Upaya Edukasi Masyarakat
Selain pemblokiran situs judi, pemerintah harus memperkuat literasi digital.
Literasi digital yang baik akan membuat masyarakat lebih paham akan bahaya judi online.
Dalam rapat dengan Komisi I DPR RI, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan pentingnya literasi digital.
Pemerintah berkomitmen untuk mendidik masyarakat tentang ancaman yang mengintai dari dunia maya.
Melalui literasi digital, masyarakat dapat lebih bijak dan waspada.
Sumber:
- Weber, M. (1978). Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology. University of California Press.
- Merton, R. K. (1938). Social Structure and Anomie. American Sociological Review.
- Hirschi, T. (1969). Causes of Delinquency. University of California Press.
- Luhmann, N. (2000). Trust and Power. Polity Press.
- Foucault, M. (1975). Discipline and Punish: The Birth of the Prison. Pantheon Books.
- Gunningham, N., & Grabosky, P. (1998). Smart Regulation: Designing Environmental Policy. Clarendon Press.