Kasus peredaran uang palsu yang melibatkan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, Andi Ibrahim (AI), mengguncang dunia pendidikan di Sulawesi Selatan.
Sindikat ini, yang telah beroperasi selama 14 tahun, memanfaatkan ruang akademik sebagai sarana untuk praktik ilegal.
Tidak hanya soal kejahatan finansial, namun juga kegagalan sistem sosial dan pendidikan dalam membentuk karakter moral di kalangan civitas akademika.
Ketidakseimbangan Norma dalam Masyarakat Kampus
Emile Durkheim dalam karyanya Le Suicide memperkenalkan teori Anomi.
Teori ini menggambarkan kondisi di mana norma-norma sosial tidak lagi mengarahkan perilaku individu dengan jelas.
Ketika ini terjadi, muncul kebingungan dalam mencapai tujuan sosial yang sah.
Kasus sindikat uang palsu di UIN Alauddin Makassar adalah contoh nyata dari anomi sosial yang berkembang di kampus.
Para pelaku yang terlibat dalam peredaran uang palsu ini berasal dari berbagai latar belakang, termasuk pegawai kampus, ASN, dan bahkan karyawan bank.
Mereka adalah individu yang seharusnya mengemban nilai moral dan profesionalisme.
Baca Juga: Skandal Uang Palsu di UIN Alauddin Makassar
Namun, karena ketidakseimbangan antara tujuan ekonomi dan cara-cara sah untuk mencapainya, mereka memilih melanggar norma-norma hukum dan etika.
Durkheim menekankan bahwa anomi muncul ketika struktur sosial gagal memberikan arahan yang jelas tentang bagaimana individu harus bertindak.
Dalam kasus ini, ketidakseimbangan antara tuntutan ekonomi dan norma hukum di dunia pendidikan memicu individu untuk beralih ke jalan kriminal.
Keberadaan sindikat ini selama lebih dari satu dekade, tanpa terdeteksi, menggambarkan lemahnya kontrol sosial di lingkungan akademik yang seharusnya menjadi contoh moral bagi masyarakat.
Perspektif Teori Kritik Pendidikan
Selain teori anomi, Teori Kritik Pendidikan dari Paulo Freire dalam Pedagogy of the Oppressed juga menawarkan pandangan yang relevan untuk memahami dampak kasus ini.
Freire berpendapat bahwa pendidikan seharusnya lebih dari sekadar transfer pengetahuan.
Pendidikan ideal harus membebaskan individu dan menciptakan kesadaran kritis terhadap ketidakadilan sosial.
Namun, kasus sindikat uang palsu ini menunjukkan kegagalan sistem pendidikan di UIN Alauddin dalam membentuk kesadaran kritis tersebut.
Sebagai lembaga pendidikan tinggi, UIN Alauddin seharusnya menjadi tempat untuk menanamkan nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, dan tanggung jawab sosial.
Kenyataannya, banyak pelaku dalam sindikat ini berasal dari civitas akademika yang seharusnya menjadi teladan bagi generasi muda.
Freire menekankan bahwa pendidikan harus membentuk individu yang tidak hanya cerdas akademik, tetapi juga memiliki kesadaran moral yang tinggi.
Tanpa penguatan nilai etika dalam pendidikan, sistem pendidikan akan gagal memenuhi tujuannya, sebagaimana terbukti dalam kasus ini.
Dampak Terhadap Dunia Akademik
Sindikat uang palsu yang beroperasi di UIN Alauddin Makassar memberikan dampak yang jauh lebih besar daripada sekadar kerugian finansial.
Kasus ini merusak citra institusi pendidikan yang seharusnya menjadi pilar moral dan intelektual masyarakat.
Dunia akademik, yang idealnya berfungsi untuk membangun karakter dan mencetak pemimpin masa depan, kini tercederai oleh peristiwa ini.
Dalam perspektif teori kritik pendidikan, kasus ini menunjukkan bahwa pendidikan harus mengajarkan lebih dari sekadar ilmu pengetahuan.
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang membentuk karakter dan integritas, serta memberikan kemampuan untuk menghadapi tantangan sosial secara etis.
Tanpa perhatian serius terhadap nilai-nilai moral, institusi pendidikan akan rentan terhadap penyimpangan perilaku seperti yang terjadi dalam kasus ini.
Pelajaran Berharga bagi Sistem Pendidikan
Kasus sindikat uang palsu di UIN Alauddin Makassar memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya membangun pendidikan yang tidak hanya fokus pada ilmu pengetahuan, tetapi juga pada penguatan nilai moral dan etika.
Keberhasilan polisi mengungkap kasus ini menunjukkan pentingnya kerja sama antara institusi pendidikan, aparat hukum, dan masyarakat untuk mencegah kejahatan yang merusak stabilitas sosial dan ekonomi.
Kasus ini juga mengingatkan kita bahwa pendidikan seharusnya tidak hanya diukur dari seberapa banyak mahasiswa yang lulus dengan nilai tinggi.
Pendidikan juga harus diukur dari keberhasilan dalam membentuk karakter dan moralitas yang baik pada peserta didiknya.
Referensi:
- Durkheim, E. (1897). Le suicide. Alcan.
- Freire, P. (1970). Pedagogy of the Oppressed. Continuum.
More Stories
Prabowo Serukan Persatuan Muslim di Tengah Tantangan Global
PPN Naik, Siap-siap Hadapi Dampaknya di Ekonomi
Pindar, Simbol Keamanan di Tengah Pinjol Ilegal