Di tengah kabar reformasi, sistem penggajian baru bagi ASN menyelimuti hiruk-pikuk.
Pemerintah menyuarakan janji perubahan, membawa harapan baru dengan angka-angka yang menjanjikan.
Namun, apakah kenaikan gaji yang diumumkan benar-benar dapat memperbaiki kinerja?
Apakah angka itu cukup untuk menyentuh hati mereka yang terus berjuang?
Baca Ini: Gaji Baru PNS dan PPPK, Menuju Sistem Penggajian Tunggal
Reformasi penggajian ini mengusung konsep meritokrasi, yang seharusnya memberi ruang bagi mereka yang berprestasi untuk naik lebih tinggi.
Namun, bagi sebagian besar ASN, kenaikan gaji 8% terasa seperti upaya menambal celah inflasi.
Gaji golongan I, yang sudah mencakup keluarga dengan tiga anak, hanya cukup bertahan sebulan.
Hanya secercah harapan yang mampu menyamarkan kenyataan bahwa gaji tersebut tidak cukup untuk menahan laju harga kebutuhan hidup.
Namun, meritokrasi bukan hanya soal angka di atas kertas.
Itu lebih dari sekadar sistem kenaikan gaji berdasarkan prestasi.
Kinerja seharusnya menjadi tolok ukur utama, tetapi prestasi sering kali belum sepenuhnya dihargai.
Sistem yang ada lebih sering terjebak dalam rutinitas birokrasi, dengan angka-angka yang lebih besar tak lebih dari sekadar simbol, bukan dorongan untuk berprestasi lebih baik.
Di luar sana, ada masalah lain yang lebih besar. PPN yang naik menjadi 12% semakin memperburuk keadaan.
Daya beli masyarakat, khususnya ASN dengan penghasilan yang masih terbatas, semakin tergerus.
Gaji yang dinaikkan nyatanya tidak cukup mengimbanginya.
Beban hidup terus bertambah, sementara harapan untuk perubahan lebih dari sekadar pengumuman anggaran semakin memudar.
Menunggu Perubahan Nyata.
Reformasi penggajian ini memang langkah awal yang penting, namun tantangan yang lebih besar masih menanti.
Sistem meritokrasi harus lebih dari sekadar penghargaan atas prestasi, tetapi bagaimana memberikan penghargaan yang pantas sesuai dengan kerja keras yang telah dilakukan.
Peningkatan gaji memang penting, tetapi itu hanya bagian dari gambaran besar.
Untuk mencapainya, harus ada perubahan yang lebih mendalam.
Perjalanan panjang ini adalah tentang mewujudkan Indonesia yang lebih baik, tetapi untuk apa semua itu, jika tak ada yang bisa merasakannya?
Huriyatul Akmal
Dosen dan Pakar Ekonomi UIN Imam Bonjol Padang