22 December 2024

Setiap fakta menyimpan pelajaran, setiap peristiwa membuka cakrawala. DosenVirtual.com

Beranda » Blog » PPN Naik, Siap-siap Hadapi Dampaknya di Ekonomi

PPN Naik, Siap-siap Hadapi Dampaknya di Ekonomi

Ilustrasi PPN

Ilustrasi PPN

Awal tahun 2025 menjadi titik balik perekonomian Indonesia.

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% menghadirkan tantangan sekaligus peluang.

Di permukaan, angka ini mungkin terkesan kecil, tetapi dampaknya merambah jauh ke seluruh lapisan masyarakat, dari konsumen hingga dunia usaha.

Kebijakan ini tidak hanya mempengaruhi harga barang, tetapi juga menggambarkan kebijakan fiskal pemerintah yang bertujuan menyeimbangkan beban antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi kesejahteraan.

Dari perspektif ilmu sosial, kenaikan PPN ini adalah manifestasi dari interaksi kompleks antara kebijakan negara, sistem ekonomi, dan kehidupan sosial masyarakat.

Dampak Sosial dari Kenaikan PPN

Salah satu tujuan utama kenaikan PPN adalah untuk meningkatkan pendapatan negara yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

Namun, dampak sosial dari kebijakan ini sangat bergantung pada cara implementasinya.

Baca Juga: PPN Naik 12% Ancam Harga BBM dan Ekonomi Indonesia

Kelompok masyarakat yang paling terdampak adalah mereka yang berada di kelas menengah dan bawah, terutama yang tidak memperoleh banyak insentif dari pemerintah.

Kenaikan harga barang kebutuhan pokok, meski sebagian dilindungi, tetap memberi tekanan pada daya beli.

Menurut teori distribusi sumber daya, kebijakan seperti ini sering kali menyoroti ketimpangan sosial yang lebih dalam.

Kenaikan PPN berisiko memperburuk kesenjangan sosial karena beban pajak lebih banyak ditanggung oleh konsumen yang memiliki pendapatan tetap, sementara kelas atas dan perusahaan besar mungkin mampu menyesuaikan diri dengan kebijakan ini (Wilkinson & Pickett, 2009).

Dengan kata lain, meski sebagian barang pokok dikecualikan, masyarakat berpendapatan rendah tetap akan merasakan dampak yang signifikan, karena harga barang non-esensial yang lain ikut terkerek.

Peran Pemerintah dalam Menjaga Keseimbangan

Di balik kebijakan PPN, pemerintah berusaha keras menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal dan perlindungan bagi masyarakat.

Pemberian insentif seperti diskon listrik 50% bagi pelanggan di bawah 2.200 VA dan potongan pajak rumah hingga semester pertama 2025 adalah upaya yang diambil untuk memitigasi dampak negatif.

Kebijakan ini mencerminkan pendekatan distributif dalam teori ekonomi kesejahteraan, yang berfokus pada perlindungan kelompok rentan.

Namun, kebijakan ini tidak bisa berjalan dengan efektif tanpa adanya kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta.

Sebagai contoh, di sektor energi, PT Pertamina harus berkoordinasi dengan pemerintah untuk memastikan bahwa kenaikan harga energi tidak berlebihan.

Ini penting karena sektor energi memiliki dampak langsung terhadap biaya produksi dan distribusi barang-barang lain.

Kenaikan PPN dan Implikasinya bagi Sektor Energi

Sektor energi adalah salah satu yang paling terpengaruh oleh kenaikan PPN.

BBM non-subsidi, yang termasuk dalam kategori barang yang dikenakan pajak, berpotensi memengaruhi biaya transportasi dan logistik.

Sebagai konsekuensinya, harga barang-barang lain bisa mengalami kenaikan, yang berisiko meningkatkan inflasi.

Menurut teori ekonomi makro, inflasi yang meningkat akibat kenaikan biaya produksi dapat merugikan masyarakat luas, khususnya kelompok kelas menengah.

Mereka yang tidak mendapatkan banyak bantuan dari kebijakan ini terancam semakin terbebani dengan harga barang dan biaya hidup yang semakin tinggi .

Pentingnya Implementasi dan Pengawasan

Mengelola kebijakan PPN ini tentu bukan hal yang mudah.

Implementasi yang buruk dapat memicu lonjakan harga yang tidak terkendali, menambah ketidakpastian di pasar, dan menyebabkan kekacauan sosial.

Oleh karena itu, pengawasan yang ketat, transparansi, dan komunikasi yang jelas antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi hal yang esensial.

Teori hubungan masyarakat oleh Grunig dan Hunt (1984) menunjukkan komunikasi yang efektif dapat meredam kegelisahan publik dan membangun kepercayaan pada kebijakan yang diambil.

Mereka menyatakan bahwa komunikasi dua arah yang simetris, di mana terdapat dialog antara pemerintah dan masyarakat, jauh lebih efektif dalam membangun kepercayaan dan memperkuat hubungan yang saling menguntungkan.

Pendekatan ini tidak hanya mengurangi ketidakpastian, tetapi juga menciptakan rasa partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.

Hal ini sangat penting, terutama dalam konteks kebijakan yang berpotensi memengaruhi kehidupan sehari-hari, seperti kenaikan PPN.

Dengan demikian, komunikasi yang transparan dan partisipatif berperan penting dalam kelancaran implementasi kebijakan, serta dalam menjaga stabilitas sosial dan ekonomi.

Sebuah Langkah Menuju Kesejahteraan Sosial

Kenaikan PPN ini menunjukkan upaya pemerintah untuk memperbaiki kesejahteraan sosial melalui reformasi pajak, namun juga menghadirkan risiko sosial yang signifikan.

Dengan kebijakan yang selektif, pemerintah berusaha mengurangi dampak negatif bagi masyarakat miskin, namun kelompok menengah dan atas harus siap menanggung beban lebih besar.

Untuk mewujudkan tujuan ekonomi yang lebih adil, dibutuhkan kerja sama antara sektor publik dan swasta serta pengawasan yang ketat.

Sebagai masyarakat, kita harus memahami bahwa kebijakan fiskal bukan hanya sekadar angka di atas kertas, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial dan redistribusi sumber daya.

Keberhasilan kebijakan ini akan sangat tergantung pada bagaimana pemerintah mengelola dampaknya dan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.

Sumber:

  1. Wilkinson, R., & Pickett, K. (2009). The Spirit Level: Why Greater Equality Makes Societies Stronger. Bloomsbury Press.
  2. Grunig, J. E., & Hunt, T. (1984). Managing Public Relations. Holt, Rinehart and Winston.n.