Di era digital, influencer telah menjadi salah satu kekuatan besar dalam membentuk opini publik.
Dengan pesona dan pengaruhnya, mereka mampu menarik perhatian massa, terutama di platform media sosial.
Pengaruh mereka tak hanya terbatas pada dunia hiburan dan produk konsumsi, tetapi kini mulai merambah dunia politik.
Kunci Pembentuk Opini
Ria Ricis, seorang YouTuber yang mempopulerkan pita hijab, menjadi contoh nyata betapa besar pengaruh mereka.
Tren yang dibentuk olehnya bisa memengaruhi banyak orang, khususnya kalangan muda.
Selain bermain di kanal sendiri, mereka kini banyak terlibat dalam kampanye politik.
Baca Juga: Program Makanan Bergizi Gratis: Sosok di Balik Ide Cemerlang
Para aktor politik semakin sadar bahwa pengaruh mereka terhadap followers tidak bisa dianggap remeh.
Dengan kemampuan mereka menarik perhatian, influencer memiliki potensi untuk membentuk opini publik, terutama di kalangan pengguna aktif media sosial seperti TikTok, Facebook, Instagram, dan Twitter.
Kebebasan Berpendapat dan Mengajak Berpikir Kritis
Namun, dalam berperan sebagai juru kampanye, influencer seharusnya tetap menjaga integritas.
Mereka perlu memastikan bahwa mereka tidak membatasi kebebasan berpendapat para followersnya.
Sebaliknya, mereka harus mampu mengajak masyarakat berpikir kritis, bukan hanya mengandalkan emosi atau kesukaan semata dalam memilih pasangan calon (paslon).
Pengaruh Positif
Ada beberapa dampak positif yang dibawa oleh influencer dalam kampanye politik.
Pertama, mereka dapat memperluas jangkauan audiens.
Jika kampanye politik yang dilakukan oleh paslon terbatas pada lingkup tertentu, influencer bisa membawa kampanye ini menjangkau lebih banyak orang.
Dengan memiliki banyak pengikut, selebritas internet ini dapat mengumpulkan massa dengan lebih mudah.
Misalnya, jika seorang influencer menjadi bintang tamu dalam acara kampanye paslon, banyak orang akan datang hanya untuk bertemu atau mendengarkan influencer tersebut.
Hal ini tentunya membantu tim sukses dalam mengumpulkan dukungan.
Selain itu, influencer yang memiliki kredibilitas tinggi dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap paslon yang didukungnya.
Kredibilitas ini menjadi modal penting, karena dapat menarik simpati lebih banyak orang yang sebelumnya ragu untuk memilih paslon tersebut.
Pengaruh Negatif yang Mungkin Muncul
Namun, tidak semua hal positif yang datang dari influencer.
Jika mereka terlalu terlibat dalam kampanye politik dan menunjukkan keberpihakan yang jelas terhadap satu pihak, mereka berisiko kehilangan kredibilitas di mata pengikutnya.
Terlebih jika ada pengikut yang tidak sejalan dengan pilihan politik mereka, bisa muncul ketegangan sosial yang tak diinginkan.
Keberpihakan yang ditonjolkan oleh influencer juga dapat menggeser fokus kampanye.
Alih-alih membahas visi dan misi paslon, diskusi bisa lebih terfokus pada figur influencer yang terlibat.
Ini berpotensi mengurangi perhatian terhadap isu-isu politik yang lebih substansial.
Selain itu, banyak pemilih yang mungkin memilih paslon hanya karena mereka mendukung influencer favorit mereka, tanpa mempertimbangkan kualitas visi dan misi paslon tersebut secara objektif.
Menjaga Keseimbangan
Secara keseluruhan, “menggandeng” influencer dalam kampanye politik memang efektif dalam meningkatkan interaksi dan keterlibatan masyarakat.
Namun, menggandeng tokoh digital ini perlu dilakukan dengan hati-hati.
Pengaruh besar yang dimiliki influencer harus dimanfaatkan untuk menciptakan diskusi yang lebih terbuka, mendorong pemikiran kritis, dan memastikan bahwa pemilih tidak terjebak dalam memilih berdasarkan popularitas semata.
Masyarakat pun perlu meningkatkan pola pikir yang lebih kritis, tidak hanya mengikuti arus, tetapi juga menganalisis calon pemimpin berdasarkan substansi, bukan karena pengaruh selebritas.
Dengan demikian, kita dapat memperbaiki kualitas demokrasi politik dan memastikan masa depan bangsa yang lebih baik melalui pilihan yang lebih bijak.
1 thought on “Influencer dalam Politik: Membangun atau Mengaburkan?”