Harun Masiku, seorang buronan, masih bebas berkeliaran.
Namanya terus menghantui, seperti bayang-bayang yang tak pernah pergi.
Keberadaannya menjadi teka-teki yang tak kunjung terpecahkan meskipun upaya besar telah dilakukan untuk mencarinya.
Kasus ini mengguncang negeri.
Harun diduga terlibat dalam suap yang terkait dengan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024, dengan memberi uang sebesar Rp1,5 miliar kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Tujuannya jelas, untuk merebut kursi legislatif dengan cara yang melanggar hukum.
Meski menjadi buronan sejak 2020, jejak Harun masih belum ditemukan.
Interpol sudah mengeluarkan red notice pada 2022, tetapi langkah tersebut belum membuahkan hasil.
Berbagai teori bermunculan, termasuk dugaan bahwa ia melarikan diri ke luar negeri.
Baca Juga: Buron: Harun Masiku, Engkau di Mana?
Namun, hingga kini, teka-teki keberadaannya masih menjadi misteri.
Seiring dengan waktu, kasus ini menjadi simbol dari ketidakpastian penegakan hukum di Indonesia.
Menurut Transparency International (2023), indeks persepsi korupsi Indonesia berada pada angka 34/100, mencerminkan tantangan besar dalam memberantas korupsi.
Ketidakmampuan untuk menangkap Harun Masiku mempertegas tantangan ini, sekaligus menjadi cerminan lemahnya koordinasi antarinstansi hukum.
Peran Masyarakat dalam Menegakkan Keadilan dan Demokrasi
Di tengah kabut pencarian yang belum menemukan titik terang, masyarakat menjadi elemen penting dalam menegakkan keadilan.
Polri dan KPK terus mengajak warga untuk berpartisipasi, dengan menyebar informasi, gambar, dan ciri-ciri Harun di berbagai wilayah.
Langkah ini, seperti yang dilakukan oleh Polres Purworejo dengan menyebar foto Harun di berbagai tempat strategis, adalah bentuk dukungan nyata terhadap penegakan hukum.
Dalam perspektif sosiologi, keterlibatan masyarakat memiliki dampak besar terhadap keberhasilan upaya ini.
Ritzer dan Goodman (2019) menyatakan bahwa individu dalam masyarakat bukan hanya penonton pasif, melainkan aktor yang dapat berkontribusi secara aktif dalam perubahan sosial, termasuk dalam upaya menegakkan hukum.
Keterlibatan warga juga menjadi landasan demokrasi yang sehat.
Putnam (2000) menegaskan pentingnya kepercayaan dan kerja sama komunitas dalam mendukung keberlanjutan sistem sosial.
Dalam konteks kasus Harun Masiku, masyarakat adalah mata dan telinga yang dapat membantu mempersempit ruang gerak sang buronan.
Namun, upaya ini tak akan berarti tanpa komitmen serius dari aparat penegak hukum.
KPK, Polri, dan Interpol perlu mengintensifkan koordinasi serta memanfaatkan teknologi canggih dalam pelacakan buronan.
Belajar dari pengalaman global, negara seperti Italia berhasil menangkap buronan mafia berkat kolaborasi antara otoritas lokal dan internasional.
Pencarian Harun Masiku tidak hanya soal menangkap seorang pelaku. Ini adalah ujian bagi sistem hukum dan demokrasi Indonesia.
Ketidakpastian akan keberadaannya menjadi simbol dari tantangan yang dihadapi bangsa ini dalam melawan korupsi dan menegakkan keadilan.
Dengan kolaborasi yang baik antara masyarakat dan aparat, harapan untuk menangkap Harun Masiku masih ada.
Keberanian untuk mengungkap kebenaran adalah langkah pertama menuju keadilan yang sejati.
Referensi: