Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-11 Developing Eight (D-8), Presiden Prabowo mengungkapkan kritik keras terhadap keterpecahan dunia Muslim.
Ia menyerukan persatuan untuk menghadapai tantangan global.
Pidato ini mencuri perhatian, terutama ketika dianalisis melalui pemikiran politik Islam.
Baca Juga: Keadilan Global dalam Pidato Prabowo di KTT D-8
Pemikiran yang menekankan pentingnya persatuan umat Muslim dan kekuatan kolektif dalam politik internasional.
Buku Islamic Political Thought: An Introduction oleh George N. Atiyeh memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana ide-ide ini dapat membantu memahami seruan Prabowo.
Kunci Kekuatan Politik
Menurut Atiyeh, dalam sejarah politik Islam, persatuan umat (ummah) adalah fondasi kekuatan sosial dan politik.
Bukan hanya idealisme, tapi sebuah kebutuhan nyata dalam menghadapi tantangan.
Dalam pidatonya, Prabowo mengkritik negara-negara Muslim yang lebih sering berfokus pada deklarasi dukungan daripada bertindak.
Atiyeh menjelaskan, dalam politik Islam, tindakan nyata adalah yang terpenting.
Persatuan bukan hanya ide, melainkan kewajiban untuk menghadapi dinamika dunia yang semakin kompleks.
Menghadapi Politik Kekuasaan
Prabowo mengingatkan dunia Muslim untuk mewaspadai strategi divide et impera, pecah belah dan kuasai.
Ini adalah politik kekuasaan yang sering dimanfaatkan kekuatan luar untuk memperlemah dunia Muslim.
Atiyeh menekankan bahwa umat Islam harus menghindari fragmentasi.
Dunia luar sering berusaha memecah-belah umat Islam untuk menguasai mereka.
Konflik-konflik seperti di Sudan, Libya, dan Yaman, menurut Prabowo, hanya menguntungkan pihak luar.
Sejalan dengan pemikiran politik Islam, negara-negara Muslim harus memperlihatkan solidaritas dalam menghadapi perpecahan ini.
Kekuatan yang Terabaikan
Prabowo juga menyoroti potensi besar yang dimiliki negara-negara Muslim, seperti minyak di Arab Saudi dan Irak, serta emas di Sudan dan Mali.
Namun, koordinasi yang buruk membuat potensi ini terabaikan.
Atiyeh menjelaskan bahwa dalam politik Islam, kekuatan ekonomi adalah bagian dari kekuatan politik.
Negara-negara Muslim seharusnya bisa menggabungkan kekayaan mereka untuk memengaruhi peta politik global.
Kerjasama dan distribusi kekayaan untuk kemaslahatan umat adalah inti dari pemikiran Islam.
Di akhir pidatonya, Prabowo mengingatkan tentang pentingnya solidaritas umat Muslim terhadap Palestina.
Atiyeh menekankan, dalam politik Islam, perjuangan hak asasi manusia adalah prinsip dasar.
Negara-negara Muslim harus bersatu dalam mendukung Palestina.
Bukan hanya dengan pernyataan, tetapi dengan tindakan nyata.
Indonesia, menurut Prabowo, bisa memainkan peran lebih besar dalam mendukung Palestina.
Namun, itu memerlukan kerjasama yang lebih konkrit antara negara-negara Muslim.
Dari perspektif pemikiran politik Islam dalam Islamic Political Thought: An Introduction oleh George N. Atiyeh, pidato Prabowo di KTT D-8 adalah panggilan untuk kembali pada prinsip dasar politik Islam.
Persatuan umat, solidaritas, dan kekuatan kolektif harus menjadi tujuan utama.
Seruan Prabowo untuk menghentikan perpecahan dan memanfaatkan potensi ekonomi dunia Muslim menggema dengan ajaran politik Islam yang mengedepankan kebersamaan dalam menghadapi tantangan global.
Sumber:
Atiyeh, George N. Islamic Political Thought: An Introduction. Routledge, 2015.
More Stories
Pindar sebagai Simbol Kepercayaan dalam Budaya Digital
Menelusuri Biaya Pemilu dalam Bingkai Budaya Demokrasi
Tambang Emas Ilegal di Solok Selatan, Seperti Smaug dalam The Hobbit