Solok Selatan, daerah kaya dengan sumber daya alam, kini terperangkap dalam praktik tambang emas ilegal.
Aktivitas ini merusak lingkungan, merugikan ekonomi, dan mengancam keselamatan sosial.
Salah satu tragedi yang mencolok adalah peristiwa penembakan AKP Ulil Ryanto Anshari, Kasatreskrim Polres Solok Selatan, pada 22 November 2024.
Ia ditembak oleh rekannya setelah seorang pelaku tambang emas ilegal ditangkap.
Kejadian ini menggambarkan kegagalan hukum dalam menghadapi kejahatan yang meluas di balik kilau emas.
Konflik Hukum dalam Tambang Ilegal
Tambang emas ilegal di Solok Selatan tidak hanya merusak alam, tetapi juga menambah ketegangan sosial.
Penambang ilegal melanggar aturan yang ada, seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasal 158 UU ini menyebutkan bahwa penambangan tanpa izin dapat dikenakan sanksi pidana.
Baca Sebelumnya:
- Kekayaan yang Membawa Bencana di Tambang Emas Ilegal Solok Selatan
- Tambang Emas di Solok Selatan: Berkah atau Kutukan?
- Kuasa di Balik Tambang Emas Ilegal Sumbar: Antara Emas dan Petaka
Namun, pelaksanaan hukum terhambat oleh identifikasi pelaku yang sulit dan pengawasan yang lemah.
Peristiwa penembakan terhadap AKP Ulil Anshari adalah bukti jelas kegagalan hukum dalam menghadapi praktik ilegal.
Selain itu, kebingungan soal pemilikan lahan dan batasan antara tambang rakyat yang sah dan ilegal semakin memperumit penegakan hukum.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga memberikan dasar untuk mitigasi kerusakan akibat tambang ilegal, namun sering kali tidak efektif diterapkan.
Hambatan Penegakan Hukum
Tantangan utama dalam menegakkan hukum terhadap tambang ilegal adalah kompleksitas jaringan pelaku.
Menurut Rudianto (2020) dalam Hukum Lingkungan dan Sumber Daya Alam, penambang ilegal sering beroperasi tanpa pengawasan, memanfaatkan celah dalam regulasi.
Penegak hukum menghadapi tekanan dari pihak yang berkepentingan dan ancaman terhadap keselamatan mereka.
Hal ini menyebabkan aparat merasa terhambat dalam menjalankan tugas.
Selain itu, lemahnya koordinasi antara pemerintah daerah dan pusat juga menjadi kendala.
Aparat daerah kurang memiliki sumber daya untuk menanggulangi tambang ilegal, sementara aparat pusat kurang terlibat.
Ini mengakibatkan kegagalan penanganan yang komprehensif.
Solusi Penegakan Hukum
Untuk mengatasi masalah ini, perlu reformasi hukum yang lebih tegas dan terarah.
Beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain:
- Penguatan Penegakan Hukum dan Perlindungan Aparat Hukum
Peningkatan kapasitas aparat dengan pelatihan khusus sangat penting.Perlindungan bagi aparat hukum yang menangani kasus tambang ilegal juga harus diperkuat.
Langkah ini sejalan dengan Pasal 52 UU No. 4 Tahun 2009, yang menegaskan bahwa kegiatan pertambangan harus sesuai aturan dan pelanggaran berisiko pidana.
- Kolaborasi Pemerintah, Lembaga Penegak Hukum, dan Masyarakat
Kolaborasi yang erat antara aparat, pemerintah daerah, dan masyarakat sangat diperlukan.Pendekatan partisipatif dan pemantauan aktif dapat mengurangi ruang gerak tambang ilegal.
Masyarakat harus diberi pemahaman tentang dampak negatif tambang ilegal terhadap lingkungan dan kesehatan mereka, sesuai dengan Pasal 33 UU No. 32 Tahun 2009.
- Perbaikan Sistem Perizinan Tambang
Sistem perizinan tambang harus lebih transparan dan akuntabel.Perbaikan dalam UU No. 4 Tahun 2009 perlu dilakukan agar izin diberikan dengan lebih hati-hati dan sesuai dengan kepentingan lingkungan.
- Penerapan Teknologi dalam Pengawasan Tambang
Teknologi seperti citra satelit dan sistem informasi geografis (SIG) dapat mempermudah pengawasan tambang ilegal.Teknologi ini mempercepat deteksi dan memudahkan koordinasi antara instansi terkait.
Menanggulangi tambang ilegal di Solok Selatan membutuhkan penegakan hukum yang tegas, reformasi kebijakan yang jelas, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Solok Selatan harus keluar dari lingkaran kekerasan dan kerusakan akibat tambang ilegal.
Ini hanya bisa tercapai melalui kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat.
Tanpa langkah tegas, Solok Selatan akan terus terperangkap dalam bencana akibat penegakan hukum yang lemah.
Sumber:
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
- Rudianto, H. (2020). Hukum Lingkungan dan Sumber Daya Alam. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). (2023). Upaya Pemerintah dalam Pengawasan Tambang Ilegal di Indonesia.
- Pusdiklat Penegakan Hukum Lingkungan Hidup. (2021). Tantangan dan Solusi Penegakan Hukum Lingkungan di Sektor Pertambangan.
More Stories
Keadilan Global dalam Pidato Prabowo di KTT D-8
PPN 12%: Menakar Keadilan dan Transparansi Hukum
Pindar dan Rahasia Keamanan Fintech