Site icon

Maladministrasi di Satgas PPKS UIN IB: Dampak dan Solusi

Ilustrasi Maladministrasi

Ilustrasi Maladministrasi

Ombudsman Sumatera Barat menemukan maladministrasi dalam pelayanan publik Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UIN IB Padang

Temuan ini disampaikan pada 15 November 2024 melalui LHP Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS), sesuai Pasal 7 UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.

Temuan Utama

Investigasi ini mengidentifikasi dua bentuk maladministrasi utama:

  1. Pengabaian kewajiban hukum dalam penyusunan dan penerapan standar pelayanan sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
  2. Tidak tersedianya kanal pelaporan kekerasan seksual yang aman dan mudah diakses, baik secara elektronik maupun non-elektronik.

Ketidakhadiran standar pelayanan yang sesuai membuat proses penanganan kasus kekerasan seksual di kampus tidak memiliki rujukan yang jelas.

Sementara ituu tidak tersedianya kanal pelaporan yang aman menciptakan ketidaknyamanan bagi korban untuk melapor.

Tinjauan Sosial

Disfungsi Struktur Sosial Kampus

Soerjono Soekanto dalam Sosiologi: Suatu Pengantar (2009) menjelaskan bahwa struktur sosial bertujuan mengatur perilaku individu agar sesuai dengan norma.

Dalam konteks kampus, Satgas PPKS merupakan bagian dari struktur sosial yang bertanggung jawab melindungi hak mahasiswa dan tenaga pendidik.

Ketidakmampuan menyusun standar pelayanan menunjukkan lemahnya fungsi struktur ini.

Akhirnya akan berdampak pada perilaku anggota kampus yang cenderung mengabaikan pelaporan kekerasan seksual.

Kepercayaan Sosial yang Terkikis

Eko Prasetyo (2011) menekankan pentingnya kepercayaan sosial sebagai pengikat antara individu dan institusi.

Ketika pelayanan publik tidak memadai, seperti yang ditemukan dalam kasus Satgas PPKS, mahasiswa kehilangan kepercayaan terhadap kampus sebagai pelindung mereka.

Akibatnya, korban kekerasan seksual enggan melapor, yang dapat memperparah budaya diam dan melanggengkan ketidakadilan.

Pentingnya Partisipasi Kolektif

Kurangnya keterlibatan civitas akademika dalam merancang kebijakan pelayanan publik mengakibatkan kebijakan yang tidak responsif.

Partisipasi aktif dari mahasiswa dan tenaga pendidik diperlukan untuk menciptakan kebijakan yang inklusif dan akuntabel.

Menurut Arnstein (1969), partisipasi publik yang rendah menciptakan ketimpangan dalam akses keadilan.

Dampak Maladministrasi

Maladministrasi ini memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan sosial kampus:

  1. Ketidakpercayaan terhadap lembaga: Kegagalan Satgas PPKS menjalankan fungsinya mengurangi kredibilitas kampus sebagai institusi yang melindungi hak korban.
  2. Budaya diam: Tidak adanya kanal pelaporan yang aman memperbesar kemungkinan korban tidak melapor, memperburuk masalah kekerasan seksual di kampus.
  3. Ketidakadilan struktural: Tanpa standar pelayanan yang jelas, akses keadilan menjadi terbatas bagi korban kekerasan seksual.

Saran Perbaikan

Untuk mengatasi maladministrasi ini, langkah perbaikan yang dapat dilakukan meliputi:

  1. Menyusun dan mempublikasikan standar pelayanan publik: Sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009, standar ini harus menjadi pedoman kerja Satgas PPKS.
  2. Menyediakan kanal pelaporan yang aman dan mudah diakses: Kanal ini harus menjamin kerahasiaan korban, baik dalam bentuk elektronik maupun nonelektronik.
  3. Meningkatkan literasi civitas akademika: Sosialisasi tentang pentingnya pelaporan dan hak-hak korban kekerasan seksual harus ditingkatkan.
  4. Mendukung kebijakan partisipatif: Mahasiswa dan tenaga pendidik harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan untuk memastikan kebijakan yang responsif dan inklusif.

Maladministrasi yang ditemukan Ombudsman menunjukkan perlunya pembenahan mendasar dalam tata kelola Satgas PPKS UIN IB Padang.

Dengan langkah-langkah perbaikan yang tepat, kampus dapat kembali menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi seluruh civitas akademika.

Sumber:

  1. Soekanto, S. (2017). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
  2. Prasetyo, E. (2011). Teori Sosial dan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  3. UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
  4. Arnstein, S. R. (1969). A Ladder of Citizen Participation. Journal of the American Institute of Planners, 35(4), 216-224.
Exit mobile version