22 December 2024

Setiap fakta menyimpan pelajaran, setiap peristiwa membuka cakrawala. DosenVirtual.com

Beranda » Blog » Kuasa di Balik Tambang Emas Ilegal Sumbar: Antara Emas dan Petaka

Kuasa di Balik Tambang Emas Ilegal Sumbar: Antara Emas dan Petaka

AKP Ulil Anshari

AKP Ulil Anshari

Tambang emas ilegal di Sumatera Barat seperti ladang pertempuran.

Di sana, impian bertemu kenyataan pahit.

Tanah yang kaya akan emas ini, seolah menawarkan kilauan yang memikat.

Namun, di balik gemerlapnya, tersembunyi kisah gelap yang jarang diketahui.

Solok Selatan, dikelilingi gunung tinggi dan lembah yang dalam, menyimpan kekayaan yang menggoda.

Setiap inci tanahnya berbisik tentang harta tersembunyi.

Tetapi, harga yang harus dibayar tak pernah sebanding dengan emas yang digali.

Sebuah Tragedi yang Membekas

Pada Jumat (22/11/2024) dini hari WIB, suara tembakan memecah keheningan di Polres Solok Selatan.

Dua peluru melesat, menewaskan AKP Ulil Ryanto Anshari, Kasatreskrim yang terkenal dengan dedikasinya.

Saat ditemukan, ia tergeletak bersimbah darah, luka tembak di pelipis dan pipinya menjadi saksi dari tragedi yang terjadi.

Baca Setelah Ini:

Ulil baru saja terlibat dalam penangkapan pelaku tambang ilegal.

Penangkapan yang memicu protes keras dari pihak-pihak yang tak ingin tambang ilegal mereka terungkap.

Sebuah telepon datang menjelang malam, suara AKP Dadang Iskandar di ujungnya.

Ketika pemeriksaan berlangsung di ruang Reskrim, tembakan menggema di luar.

Rekan-rekannya bergegas keluar, hanya untuk menemukan tubuhnya yang sudah tak bernyawa.

Tak lama setelah kejadian, AKP Dadang terlihat meninggalkan lokasi dan menyerahkan diri ke Polda Sumbar.

Sebuah pertanyaan besar muncul: Mengapa? Siapa yang berada di balik tragedi ini?

Tambang Emas Ilegal: Kekayaan yang Mengundang Konflik

Solok Selatan bukan hanya kaya akan alam dan budaya, tetapi juga menyimpan potensi tambang emas yang luar biasa.

Di balik setiap tumpukan tanah yang digali, ada cerita tentang orang-orang yang tergoda untuk mengais rezeki.

Setiap bulan, sekitar 30 kilogram emas murni diekstraksi dari tanah ini.

Namun, angka yang mengesankan itu hanya mencerminkan sebagian kecil dari kenyataan yang lebih kelam: tambang ilegal.

Aktivitas yang merusak, tidak terkontrol, dan sering kali melibatkan kekerasan.

Sungai Batang Hari dan Batang Bangko yang dulunya jernih kini tercemar oleh merkuri, bahan kimia berbahaya yang digunakan dalam proses penambangan.

Kegiatan ini tak hanya merusak ekosistem, tetapi juga menambah kesulitan hidup bagi warga sekitar yang sudah terbiasa bergantung pada hasil alam.

Banyak dari mereka yang bekerja di tambang ilegal ini datang dari desa-desa miskin, berharap dapat membawa pulang sedikit emas untuk memperbaiki kehidupan.

Namun, tak jarang mereka menjadi korban eksploitasi dan kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar mereka.

Bencana Alam yang Mengiringi Tambang Ilegal

Pada Mei 2021, longsor besar melanda tambang ilegal di Nagari Abai.

Delapan orang penambang dilaporkan hilang, dan pencarian berlangsung selama berhari-hari, dengan tim SAR harus berjuang melawan medan yang sulit.

Hujan deras yang terus mengguyur membuat tanah yang telah digali dengan alat berat menjadi longgar dan rawan longsor.

Tragedi ini bukanlah yang pertama. Sejak 2020, longsor sudah merenggut lebih dari 20 korban jiwa, dan jumlahnya terus bertambah.

Sungai Abu, lokasi longsor terbaru pada November 2024, menjadi saksi dari kehancuran yang disebabkan oleh tangan manusia yang serakah.

Sugeng, korban ke-25, ditemukan setelah pencarian yang panjang.

Tim SAR harus bekerja dengan pola estafet, membawa tubuh korban melalui jalur berlumpur yang licin.

Hujan yang terus mengguyur tanah yang sudah dilubangi membuat longsor datang tanpa ampun.

Sementara itu, mereka yang selamat harus menanggung trauma dan kehilangan yang mendalam.

Pertanyaan yang Menggantung

Di balik kilau emas yang mengundang para penambang, terdapat lapisan gelap yang sulit diungkap.

Hukum hampir selalu tak berjalan dengan efektif di Solok Selatan.

Para pemilik tambang ilegal sering bersembunyi di balik bayang-bayang, sementara pekerja, yang kebanyakan berasal dari kalangan miskin, hanya menjadi pion dalam permainan ini.

Mereka menggali tanah tanpa izin, tanpa perlindungan, hanya demi secercah harapan yang bisa mereka bawa pulang.

Bahkan ketika korban berjatuhan, aparat hukum seakan terperangkap dalam kebingungan dan ketidakmampuan untuk bertindak tegas.

Di tengah ketidakpastian ini, hanya ada satu pertanyaan yang menggantung: Sampai kapan nyawa harus menjadi harga yang dibayar untuk emas?

Surga yang Terperangkap dalam Bencana

Solok Selatan adalah simbol dari kontradiksi yang mendalam.

Ia adalah tempat yang kaya akan sumber daya alam, namun sekaligus menjadi medan petaka.

Setiap longsor, setiap korban, adalah pengingat akan harga yang harus dibayar atas keserakahan.

Emas yang diperebutkan, tetapi mengakibatkan kerusakan yang mendalam.

Tanah yang seharusnya subur dan kaya, kini menanggung beban yang tak seharusnya.

Namun, ada harapan. Pemerintah dan pihak berwenang telah melakukan upaya untuk menghentikan kegiatan ilegal ini.

Operasi SAR yang dilakukan bersama tim medis menjadi bukti komitmen mereka dalam mencari dan menyelamatkan korban.

Lebih dari itu, yang dibutuhkan adalah tindakan tegas terhadap para pelaku tambang ilegal dan perlindungan bagi masyarakat yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan ini.

Jika tidak, Solok Selatan akan terus menangis di bawah beban tanah yang digali dengan tangan-tangan serakah.

Sumber: 

Tribunnews.com

Kompas.com