Harun Masiku, nama yang mengguncang sistem hukum Indonesia.
Buronan dalam skandal suap ini hilang tanpa jejak sejak 2020.
Ia menjadi teka-teki besar, yang hingga kini belum terpecahkan.
Di era digital, di mana teknologi canggih tersedia, mengapa sosok ini masih sulit ditemukan?
Teknologi dalam Pengejaran Buronan
Di balik misteri ini, peran teknologi menjadi sorotan.
Kamera pengawas dengan teknologi pengenalan wajah mampu memindai jutaan wajah dalam hitungan detik.
Sistem ini mengintegrasikan data untuk melacak individu di ruang publik.
Namun, dalam kasus Harun Masiku, teknologi ini belum membawa hasil.
Baca Juga:
Buron: Harun Masiku, Engkau di Mana?
Misteri Harun Masiku dan Ujian Penegakan Hukum
Menurut penelitian Sullivan (2020), keberhasilan teknologi pengenalan wajah bergantung pada kualitas gambar dan integrasi data lintas negara. Selain itu, isu privasi menjadi penghalang besar.
Untuk meningkatkan efisiensi, pemerintah dapat mempertimbangkan penggunaan teknologi pelacakan berbasis kecerdasan buatan yang mampu memproses data dari berbagai sumber secara simultan, termasuk rekaman CCTV, media sosial, dan database perjalanan internasional.
Beberapa negara, seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Inggris, telah hampir menyempurnakan teknologi semacam ini.
Tiongkok, menggunakan jaringan pengawasan terintegrasi yang disebut Skynet, yang dapat mengidentifikasi wajah secara real-time di tempat umum.
Amerika Serikat mengembangkan algoritma kecerdasan buatan yang dapat memprediksi pola pergerakan buronan.
Sementara Inggris mengkombinasikan pengawasan digital dengan analisis big data untuk mengurangi celah informasi.
Implementasi teknologi canggih ini di Indonesia, jika disertai pengawasan etis, dapat menjadi solusi jangka panjang dalam pencarian buronan seperti Harun Masiku.
Keterlibatan Masyarakat
Tak hanya teknologi, masyarakat juga memegang peranan penting.
Poster, media sosial, dan kampanye lainnya memobilisasi warga untuk melaporkan setiap informasi terkait Harun Masiku.
Setiap laporan, sekecil apa pun, bisa menjadi petunjuk berharga.
Ritzer dan Goodman (2019) menekankan bahwa masyarakat adalah agen perubahan yang aktif, bukan sekadar penonton pasif dalam penegakan hukum.
Mereka memiliki peran penting dalam mempercepat penyelesaian kasus seperti Harun Masiku.
Dengan solidaritas dan kepercayaan yang menjadi dasar interaksi, sebagaimana diungkapkan oleh Putnam (2000), masyarakat dapat berfungsi sebagai mata dan telinga tambahan bagi aparat penegak hukum.
Misalnya, melalui laporan warga yang disampaikan lewat aplikasi khusus atau platform digital, aparat dapat menerima informasi lebih cepat dan akurat.
Contoh nyata kontribusi masyarakat dapat dilihat pada kasus pencarian buronan di negara-negara seperti Kanada dan Australia.
Di Kanada, program Crime Stoppers memungkinkan warga memberikan informasi anonim yang kemudian dianalisis oleh pihak berwenang.
Sementara itu, Australia memanfaatkan aplikasi Police Eye untuk menerima laporan langsung dari masyarakat, yang telah terbukti efektif dalam beberapa kasus besar.
Jika Indonesia mengadopsi pendekatan serupa dengan teknologi yang relevan, peluang untuk menemukan buronan seperti Harun Masiku dapat meningkat secara signifikan.
Pelajaran dari Negara Lain
Interpol telah mengeluarkan red notice untuk Harun Masiku sejak 2022.
Upaya pelacakan hingga ke Filipina dan Malaysia dilakukan, tetapi hasilnya tetap nihil.
Pengalaman Italia dalam menangkap buronan mafia menunjukkan pentingnya kerjasama internasional yang solid.
Teknologi, koordinasi antarnegara, dan integrasi data menjadi kunci sukses.
Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam kolaborasi semacam ini.
Kurangnya sinergi antara aparat lokal dan internasional sering kali menjadi hambatan utama.
Kasus Harun Masiku mencerminkan kebutuhan mendesak akan perbaikan sistemik dalam hal ini.
Harapan untuk Penegakan Hukum
Kasus ini bukan sekadar tentang seorang buronan.
Ini adalah ujian besar bagi sistem hukum Indonesia.
Meski upaya telah dilakukan, hasilnya masih jauh dari memuaskan.
Namun, harapan tetap ada. Teknologi, masyarakat, dan kolaborasi global adalah pilar yang harus diperkuat.
Setiap individu dapat berkontribusi. Setiap laporan kecil adalah langkah menuju keadilan.
Dan setiap langkah adalah cerminan dari sebuah bangsa yang tidak menyerah pada korupsi.
Harun Masiku mungkin masih hilang, tetapi semangat menegakkan hukum tidak boleh padam.
Sumber:
- Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2019). Sociology: Exploring the Architecture of Everyday Life (11th ed.). Sage Publications.
- Putnam, R. D. (2000). Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community. Simon & Schuster.
- Sullivan, J. (2020). “Challenges and Ethical Implications of Facial Recognition Technology.” Journal of Digital Ethics, 15(2), 57-69.
More Stories
Solidaritas Dunia Muslim dalam Pidato Prabowo di KTT D-8
Transformasi PPN: Teknologi untuk Efisiensi dan Transparansi
Pindar, Simbol Keamanan atau Citra Kosong dalam Fintech Lending?