Pada 7 November 2024, lima gunung api di Indonesia meletus hampir bersamaan: Semeru, Marapi, Ibu, Dukono, dan Lewotobi Laki-laki.
Dari perut bumi, suara gemuruh mereka menggema, seolah-olah berkomunikasi di antara puncak-puncak tinggi yang terpisah jarak.
Fenomena ini bukanlah kebetulan; Indonesia berada di jalur Cincin Api Pasifik, di mana lempeng-lempeng tektonik saling bergesekan dan menciptakan tekanan yang mengerikan.
Indonesia berdiri di atas pertemuan lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik—wilayah yang terkenal akan aktivitas vulkanik yang intens.
Pertemuan lempeng ini menciptakan proses subduksi, di mana satu lempeng menyusup di bawah yang lain, membentuk jalur magma yang perlahan-lahan terhubung dengan gunung-gunung api di permukaan.
Hall dan Spakman (2015) mengungkapkan bahwa pergerakan ini telah berlangsung selama puluhan juta tahun, menciptakan aktivitas vulkanik yang tak terhindarkan di sepanjang jalur ini.
Denyut Gunung Api
Setiap gunung api di Cincin Api Pasifik berbagi semacam denyut yang sama.
Tekanan dari subduksi mengalirkan magma ke jaringan-jaringan bawah tanah.
Kadang, letusan dari satu gunung dapat memicu ketidakstabilan pada gunung-gunung terdekat.
Penelitian oleh Simkin dan Siebert (1994) menunjukkan bahwa gunung-gunung yang terhubung dalam jaringan magma seringkali bisa beresonansi, meletus hampir bersamaan atau secara berurutan karena getaran atau pelepasan tekanan.
Selain pergerakan lempeng, musim hujan di Indonesia juga ikut mempengaruhi.
Air hujan yang meresap ke dalam retakan kerak bumi meningkatkan tekanan gas di dalam kantung magma, mendorong magma lebih dekat ke permukaan dan mempercepat letusan (Sparks et al., 2003).
Dengan tekanan yang terus bertambah, letusan dari beberapa gunung pun terjadi dalam waktu hampir bersamaan.
Fenomena ini mengingatkan kita betapa pentingnya pemantauan aktivitas gunung api di Indonesia.
Alat-alat seperti seismograf dan pemantauan satelit membantu untuk mengawasi denyut gunung-gunung ini.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) kini dapat memberi peringatan dini kepada masyarakat, mengantisipasi dampak dari gunung-gunung yang selalu hidup.
Sumber:
- Hall, R., & Spakman, W. (2015). Mantle structure and tectonic history of SE Asia. Tectonophysics, 658, 14-45.
- Simkin, T., & Siebert, L. (1994). Volcanoes of the World. Smithsonian Institution.
- Sparks, R. S. J., et al. (2003). Super-eruptions: Global effects and future threats. Geological Society, London, Special Publications, 305(1), 187-206.
More Stories
Solidaritas Dunia Muslim dalam Pidato Prabowo di KTT D-8
Transformasi PPN: Teknologi untuk Efisiensi dan Transparansi
Pindar, Simbol Keamanan atau Citra Kosong dalam Fintech Lending?