Di panggung internasional, COP29 digelar di Azerbaijan.
Namun, ada yang kurang sejumlah pemimpin negara besar absen.
Meski begitu, pertemuan ini tetap penting.
Ini adalah momen ketika sains bertemu dengan kebijakan untuk menghadapi tantangan besar: perubahan iklim.
Dunia semakin panas. Dampak buruknya nyata. Badai datang lebih sering. Gletser mencair.
Ini bukan hanya angka dalam laporan, tapi kenyataan yang kita hadapi.
COP29 menjadi titik harapan. Mereka yang percaya pada sains melihat konferensi ini sebagai kunci untuk memahami dan mengatasi krisis iklim.
Menghubungkan Sains dengan Kebijakan
Para ilmuwan bekerja keras. Mereka mengumpulkan data perubahan iklim selama bertahun-tahun.
Emisi gas rumah kaca, pola cuaca, dan dampak aktivitas manusia pada pemanasan global dipelajari dengan saksama.
Namun, data saja tidak cukup. Data ini harus diubah menjadi kebijakan yang nyata.
Itulah mengapa COP29 penting. Di sinilah penelitian ilmiah bisa menjadi dasar kebijakan global.
Misalnya, emisi karbon dari bahan bakar fosil menarik perhatian.
Ilmuwan menjelaskan bahwa ini adalah penyumbang utama perubahan iklim.
Kebijakan bisa fokus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Mungkin dengan energi terbarukan, seperti tenaga surya atau angin (Oppenheimer et al., 2019).
Dukungan Dana untuk Penelitian
COP29 juga membuka jalan untuk pendanaan. Penelitian iklim membutuhkan biaya besar, terutama untuk proyek jangka panjang.
Banyak negara berjanji memberikan dukungan finansial lebih besar.
Dengan dana ini, ilmuwan bisa mencari lebih banyak solusi.
Teknologi seperti penangkapan dan penyimpanan karbon, misalnya, bisa semakin dikembangkan (Anderson & Peters, 2016).
Menghadirkan Teknologi Masa Depan
COP29 juga menjadi ajang bagi inovasi. Teknologi penangkapan karbon menjadi perhatian.
Teknologi ini menyedot karbon dioksida dari udara dan menyimpannya di tanah.
Jika didukung, teknologi ini bisa diterapkan dalam skala besar (Hanna et al., 2021).
Evaluasi Kebijakan yang Sudah Ada
COP29 juga menjadi ajang evaluasi. Setiap negara melaporkan kemajuan mereka dalam menurunkan emisi karbon.
Data ilmiah digunakan untuk melihat apakah langkah-langkah yang diambil sudah cukup.
Jika belum, para ilmuwan akan merekomendasikan pendekatan baru.
Ini memastikan kebijakan yang dibuat tetap berbasis sains dan diuji oleh data (Rogelj et al., 2018).
Meningkatkan Literasi Iklim Publik
COP29 bukan hanya untuk para pemimpin dan ilmuwan. Ini juga untuk masyarakat.
Dengan banyaknya informasi yang disebarkan, literasi iklim meningkat.
Publik mulai memahami pentingnya data ilmiah dalam keputusan terkait lingkungan.
Konferensi ini menegaskan bahwa perubahan iklim bukan sekadar isu, tetapi fakta ilmiah yang perlu disikapi serius (van der Linden et al., 2015).
COP29 adalah panggung besar. Di sinilah ilmu pengetahuan dan kebijakan bertemu untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Harapannya, dengan memperkuat dasar ilmiah di setiap kebijakan, kita bisa menjaga bumi untuk generasi mendatang.
Sumber:
- Anderson, K., & Peters, G. (2016). The trouble with negative emissions. Science, 354(6309), 182-183.
- Hanna, R., Abdulla, A., Xu, Y., & Victor, D. G. (2021). Emergency deployment of direct air capture as a response to the climate crisis. Nature Communications, 12(1), 1-12.
- Oppenheimer, M., Glavovic, B. C., Hinkel, J., et al. (2019). Sea Level Rise and Implications for Low-Lying Islands, Coasts and Communities. IPCC Special Report on the Ocean and Cryosphere in a Changing Climate.
- Rogelj, J., Shindell, D., Jiang, K., et al. (2018). Mitigation Pathways Compatible with 1.5°C in the Context of Sustainable Development. Global Warming of 1.5°C: An IPCC Special Report.
- van der Linden, S., Leiserowitz, A., Feinberg, G., & Maibach, E. (2015). The scientific consensus on climate change as a gateway belief: Experimental evidence. PLoS ONE, 10(2), e0118489.
More Stories
Solidaritas Dunia Muslim dalam Pidato Prabowo di KTT D-8
Transformasi PPN: Teknologi untuk Efisiensi dan Transparansi
Pindar, Simbol Keamanan atau Citra Kosong dalam Fintech Lending?