Dosenvirtual.com – Di tengah ambisi menjelajahi Bulan dan Mars, NASA mengambil langkah strategis, pendidikan luar angkasa.
Mereka menjadikan ruang angkasa sebagai ruang kelas.
Bukan hanya untuk insinyur dan ilmuwan, tapi juga untuk siswa menengah dari kota kecil di Amerika Serikat.
Dua sekolah menengah di Amerika Serikat, Long Beach Middle School dan Vermilion High School menjadi saksi langsung komunikasi dua arah antara bumi dengan Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).
Baca Juga: Rektor UIN Bukittinggi Sebut Kebijakan Haji 2025 Mencerminkan Prinsip Islam
Dalam dua sesi terpisah, 20 dan 23 Mei 2025, para siswa mengajukan pernyaan kepada dua astronot aktif Nichole Ayers dari NASA dan Takuya Onishi dari Badan Eksplorasi Dirgantara Jepang (JAXA).
Keduanya menjawab langsung pertanyaan para siswa dari orbit bumi yang berjarak sekitar 400 kilometer di atas permukaan tanah.
Meski terdengar seperti siaran pendidikan biasa, panggilan Bumi ke angkasa ini merupakan bagian dari strategi edukatif yang lebih besar dalam kerangka program Artemis.
Program itu merupakan misi ambisius NASA untuk mengirim manusia kembali ke Bulan dan ke Mars.
Mengajak siswa berinteraksi adalah bagian dari sub misi yang disebut Artemis Generation.
Di balik layar, komunikasi luar angkasa semacam ini bisa terjadi berkat teknologi tinggi milik NASA bernama SCaN (Speace Communications and Navigation).
Teknologi ini memungkinkan konktivittas antara Bumi dan berbagai wahana luar angkasa selama 24 jam.
Jaringan ini juga dipakai astronot ISS untuk berkomunikasi dengan pusat kendali di Houston.
Namun, yang paling penting bukanlah teknologinya, melainkan makna simbolik dari peristiwa ini.
Dalam dunia yang semakin terdigitalisasi, ruang belajar tidak lagi dibatasi oleh empat tembok.
Pendidikan sains dan antariksa kini menentuh anak-anak yang belum memiliki akses langsung ke laboratorium canggih, namun tetap mendapat tempat dalam narasi besar umat manusia.
Bisakah Indonesia Melakukan Hal Serupa
Misi luar angkassa bukan hanya proyek geopolitik, tapi juga investasi jangka panjang pada imajinasi dan cita-cita anak-anak.
Lebih dari dua dekade, ISS telah menjadi laboratoriium bagi eksperimen ilmiah, inovasi teknologi, dan pelatihan soft skill di lingkungan ekstrem.
Kini, ISS juga tampil sebagai ruang kelas global, tempat pertanyaan-pertanyaan polos siswa bertemu dengan jawaban di ruang hampa.
Masa depan peradaban bukan hanya soal roket yang meluncur, tetapi juga oleh anak-anak yang belajar bertanya.
Ketika pertanyaan itu menembus atmosfer, pendidikan pun tak lagi bersifat lokal.
Ia menjadi bagain dari perjalanan umat manusia ke bintang-bintang.