Presiden Prabowo Subianto menggemparkan panggung politik dengan janji besar.
DIa ingin pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8% pada 2027.
Visi yang berani itu mengundang harapan sekaligus skeptisisme di tengah masyarakat.
“Angka 8% bukan sekadar target. Ini adalah simbol kebangkitan, kepercayaan diri, dan harapan bagi Indonesia.” ujar Prabowo
Namun, di balik optimisme itu, banyak pertanyaan menggantung: bagaimana cara mencapainya, dan apa risikonya?
Menggali Inspirasi dari Masa Lalu
Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, menjadi aktor utama yang harus menerjemahkan visi ini ke dalam aksi nyata.
Dalam sebuah rapat strategis di Jakarta, Airlangga mengingatkan tim kabinet untuk belajar dari sejarah.
“Tahun 1995 di bawah Presiden Soeharto adalah bukti bahwa Indonesia bisa,” katanya.
Namun, tantangan di era digital ini jelas berbeda.
Strategi yang digagas mencakup tiga elemen utama: konsumsi domestik, investasi, dan ekspor.
Pada tahun 2023 saja, Penanaman Modal Asing (PMA) sudah mencapai Rp744 triliun.
Baca Juga: Menyatukan Dunia Muslim dalam Menghadapi Tantangan Global
Meski angka itu signifikan, Airlangga menekankan perlunya peningkatan lebih besar untuk menopang proyek-proyek manufaktur, konstruksi, dan agrobisnis.
Pemerintah juga merencanakan stimulus fiskal besar-besaran untuk proyek infrastruktur strategis, sambil memastikan perlindungan sosial tetap menjadi prioritas.
Namun, sumber dana menjadi tantangan tersendiri.
Pendapatan pajak, yang saat ini sekitar 11% dari PDB, ditargetkan naik hingga 16% pada tahun 2030.
Dua Jalan Menuju Ambisi
Laporan Bank Dunia, Funding Vision 2045, menawarkan dua skenario untuk mencapai pertumbuhan tinggi:
- Skenario Akselerasi Cepat: Dorongan besar melalui belanja pemerintah dan investasi masif.
Namun, risiko inflasi melonjak hingga 9% menjadi bayangan gelap di balik strategi ini.
- Skenario Reformasi Struktural: Pendekatan ini menekankan reformasi produktivitas tenaga kerja dan modal.
Dengan cara ini, inflasi bisa ditekan hingga 5,6%, meski pertumbuhan ekonomi tidak secepat skenario pertama.
Pilihan ini seperti dua sisi koin: akselerasi cepat tetapi berisiko, atau pertumbuhan stabil yang lebih berkelanjutan.
Pemerintah kini dihadapkan pada dilema besar.
Peringatan dari Ekonom
Ekonom Yose Rizal Damuri mengingatkan, perubahan iklim bisa menjadi ancaman besar bagi stabilitas ekonomi Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
“Kita harus belajar dari empat tahun terakhir ketika cuaca mendukung. Tapi ke depan, dampaknya bisa sangat merugikan, terutama pada produksi pangan,” ujarnya.
Masalah ini, menurutnya, memerlukan respons kebijakan yang tajam, termasuk menjaga pasar pangan dan mendukung pertanian berkelanjutan.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya kebijakan fiskal untuk mendukung transisi ekonomi rendah karbon.
Dalam Seminar on Financing Transition in ASEAN, ia menjelaskan langkah-langkah seperti insentif pajak dan penghapusan PPN untuk energi terbarukan.
“Indonesia sudah memiliki taksonomi hijau yang sejalan dengan ASEAN. Ini menjadi dasar investasi hijau di kawasan,” ungkapnya.
Mengamati Peluang Asia Tenggara
Di tengah perjalanan ini, Asia Tenggara menjadi kawasan yang menarik untuk dikaji.
Malaysia, Vietnam, dan Filipina menunjukkan pertumbuhan ekonomi tinggi, masing-masing mencapai 8,7%, 8%, dan 7,6% pada tahun 2023.
Indonesia, meski berada di urutan keempat dengan 5,3%, tetap optimis bahwa kawasan ini adalah episentrum pertumbuhan global.
Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2023 memberikan momentum.
Dengan tema ASEAN Matters: Epicentrum of Growth, Indonesia mengarahkan kerja sama untuk memperkuat integrasi ekonomi kawasan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa stabilitas dan inklusi keuangan digital untuk UMKM menjadi prioritas utama.
“ASEAN harus bersatu dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan perubahan iklim,” tegasnya.
Melangkah ke Depan
Ambisi besar Prabowo Subianto membawa harapan baru bagi Indonesia, tetapi juga menuntut kehati-hatian dalam mengambil langkah.
Skenario reformasi struktural yang diusulkan Bank Dunia tampaknya menjadi pilihan yang lebih realistis.
Dengan memadukan kebijakan fiskal yang bijak dan dukungan internasional, Indonesia dapat meraih pertumbuhan tinggi tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi.
Ketika perjalanan menuju angka 8% ini dimulai, dunia akan menyaksikan kisah sebuah bangsa yang berjuang melampaui batasnya.
Sumber:
2 thoughts on “Ambisi Ekonomi 8 Persen Indonesia ala Prabowo”