22 December 2024

Setiap fakta menyimpan pelajaran, setiap peristiwa membuka cakrawala. DosenVirtual.com

Beranda » Blog » Solidaritas Dunia Muslim dalam Pidato Prabowo di KTT D-8

Solidaritas Dunia Muslim dalam Pidato Prabowo di KTT D-8

Presiden Indonesia Prabowo Subianto saat menghadiri KTT D-8 di Mesir.

Presiden Indonesia Prabowo Subianto saat menghadiri KTT D-8 di Mesir.

Pidato Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) D-8 memikat perhatian dunia.

Tidak hanya berisi ajakan politik, pidato ini juga merupakan seruan bagi dunia muslim untuk bersatu dan bertindak nyata.

Khususnya dalam menanggapi pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Palestina.

Prabowo menegaskan, solidaritas dunia muslim sering kali berhenti pada deklarasi tanpa tindakan nyata.

Kekuatan yang Belum Terwujud

Dalam pidatonya, Prabowo menyatakan bahwa dunia muslim memiliki potensi luar biasa.

Lebih dari dua miliar umat dengan sumber daya alam melimpah.

Namun, dunia internasional tidak menghormati mereka.

Baca Juga: Prabowo Serukan Persatuan Dunia Muslim di KTT D-8

Kenapa? Karena dunia muslim kurang bersatu.

Prabowo menekankan bahwa solidaritas harus lebih dari sekadar kata-kata.

Solidaritas global harus diwujudkan dalam bentuk aksi nyata yang menguatkan posisi politik negara-negara muslim di dunia.

Solidaritas memiliki potensi untuk memperkuat posisi negara dalam menghadapi tantangan global.

Namun, tanpa tindakan bersama yang konkret, solidaritas ini hanya menjadi retorika belaka.

Ini adalah kritik yang sama dengan yang disampaikan Prabowo.

“Banyak deklarasi solidaritas, tapi tindakan konkret untuk Palestina sangat terbatas.”

Hafner-Burton (2008) juga menegaskan bahwa solidaritas tanpa aksi hanya akan menjadi kata-kata kosong.

Simbol Ketidakadilan Global

Palestina menjadi sorotan utama dalam pidato Prabowo.

Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang terus terjadi di sana.

Penggusuran paksa, pembatasan kebebasan bergerak, dan pemisahan fisik oleh tembok adalah beberapa bentuk pelanggaran yang masih berlangsung.

Amnesty International (2023) menyebut situasi ini sebagai bentuk apartheid modern.

Sebuah sistem diskriminasi yang mengingatkan kita pada kebijakan apartheid di Afrika Selatan.

Prabowo menyuarakan kecaman terhadap ketidakmampuan dunia muslim untuk bertindak.

Solidaritas, menurutnya, bukan hanya soal mengutuk pelanggaran, tetapi juga tentang mengambil langkah nyata.

Hafner-Burton (2008) menekankan bahwa negara-negara yang berkomitmen terhadap hak asasi manusia perlu lebih dari sekadar retorika.

Mereka harus menunjukkan dukungan konkret, seperti bantuan kemanusiaan atau diplomasi yang lebih efektif.

Perpecahan Dunia Muslim

Solidaritas dunia muslim tidak mudah diwujudkan.

Perpecahan internal menjadi penghalang besar.

Konflik-konflik seperti di Yaman, Suriah, dan Libya menunjukkan betapa sulitnya negara-negara muslim untuk bersatu.

Perbedaan ideologi dan kepentingan politik sering kali menghambat kerjasama yang efektif.

Ketika negara-negara ini terpecah, solidaritas global menjadi sangat sulit dicapai.

Prabowo menegaskan bahwa perpecahan internal ini memperburuk keadaan.

“Negara-negara muslim memiliki potensi besar, tapi tanpa persatuan, kita tidak bisa bersama memperjuangkan hak-hak Palestina.”

Indonesia, meskipun tidak memiliki kekuatan ekonomi sebesar negara-negara lainnya, tetap konsisten mendukung Palestina melalui berbagai forum internasional seperti PBB dan OKI.

Ini menunjukkan bahwa negara muslim dengan komitmen kuat dapat memainkan peran besar dalam solidaritas global.

Mewujudkan Solidaritas dalam Aksi

Di akhir pidatonya, Prabowo mengajak dunia muslim untuk berhenti saling menyalahkan dan mulai bekerja sama.

Solidaritas bukan hanya soal kata-kata kosong, tetapi harus diwujudkan dalam aksi nyata.

Diplomasi yang aktif dan bantuan kemanusiaan yang terkoordinasi harus menjadi prioritas.

Tindakan nyata ini, menurutnya, adalah kunci untuk menciptakan keadilan bagi mereka yang tertindas.

Prabowo berpendapat bahwa dunia muslim harus mampu menyatukan kekuatan mereka.

Solidaritas harus diterjemahkan dalam bentuk kerjasama yang memberikan dampak nyata.

Pendekatan berbasis diplomasi dan bantuan langsung lebih efektif daripada hanya mengutuk pelanggaran hak asasi manusia tanpa tindakan lebih lanjut.

Pidato Prabowo di KTT D-8 mengingatkan dunia muslim bahwa solidaritas harus lebih dari sekadar deklarasi.

Negara-negara muslim perlu mewujudkan solidaritas ini dalam bentuk aksi konkret.

Hanya dengan bersatu dan mengesampingkan perbedaan internal, solidaritas dunia muslim dapat memperkuat posisinya di dunia internasional.

Lebih dari itu, solidaritas dapat membantu menciptakan keadilan bagi mereka yang tertindas, khususnya rakyat Palestina.

Sumber:

  1. Amnesty International (2023). Israel’s Apartheid Against Palestinians: Cruel System of Domination and Crime Against Humanity. Amnesty International.
  2. Hafner-Burton, E. M. (2008). Sticks and Stones: Naming and Shaming the Human Rights Enforcement Problem. International Organization, 62(4), 689-716. Cambridge Core