23 December 2024

Setiap fakta menyimpan pelajaran, setiap peristiwa membuka cakrawala. DosenVirtual.com

Beranda » Blog » Fenomena Black Campaign dalam Perpolitikan Indonesia

Fenomena Black Campaign dalam Perpolitikan Indonesia

Sri Wahyuni Wulandari , Mahasiswa Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam, Uin Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Sri Wahyuni Wulandari , Mahasiswa Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam, Uin Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Di balik wajah demokrasi yang ideal, tersimpan sisi gelap yang tak dapat diabaikan: kampanye hitam atau black campaign.

Fenomena ini mencuat terutama menjelang pemilu, saat perebutan kekuasaan mencapai puncaknya.

Ironisnya, black campaign tidak hanya mencederai individu yang menjadi target, tetapi juga melukai esensi demokrasi itu sendiri.

Black campaign adalah upaya menjatuhkan lawan politik dengan menyebarkan informasi negatif, fitnah, hoaks, atau isu yang tak dapat diverifikasi kebenarannya.

Baca Juga: Serangan Fajar, Bayangan Gelap Demokrasi

Praktik ini sudah lama ada di Indonesia, tetapi semakin marak di era digital.

Media sosial menjadi ladang subur untuk menyebarkan hoaks dan fitnah tanpa verifikasi terlebih dahulu.

Di Indonesia, isu yang digunakan dalam black campaign sering menyentuh hal sensitif seperti agama, ras, etnis, dan moralitas.

Misalnya, seorang calon pemimpin difitnah tidak mendukung agama tertentu atau dianggap memiliki skandal memalukan.

Isu-isu ini dirancang untuk memancing reaksi masyarakat dan menggiring opini agar berpaling dari target kampanye hitam.

Sayangnya, masyarakat sering mempercayai informasi tersebut tanpa memverifikasi kebenarannya.

Tradisi Spontan Masyarakat

Minimnya literasi digital dan tradisi menyebarkan informasi secara spontan tanpa memastikan sumbernya hanya mempercepat penyebaran black campaign.

Akibatnya, pemilu yang seharusnya menjadi ajang adu gagasan berubah menjadi panggung kebencian dan fitnah.

Dampaknya tidak hanya dirasakan korban, tetapi juga masyarakat luas.

Polarisasi yang ditimbulkan kampanye hitam sering meninggalkan luka mendalam.

Kerusuhan akibat isu ini bahkan bisa berlanjut setelah pemilu usai. Lebih parah lagi, kepercayaan publik terhadap demokrasi dan politik ikut terkikis.

Mengatasi fenomena ini bukan hanya tugas politisi, tetapi juga tanggung jawab bersama.

Politisi harus menahan diri dari menggunakan cara-cara kotor dalam kampanye, sementara masyarakat perlu lebih bijak dalam menerima dan menyebarkan informasi.

Literasi digital menjadi kunci untuk memutus rantai penyebaran hoaks.

Sikap kritis masyarakat dapat menjadi perisai menghadang arus kampanye hitam dan menjaga agar pemilu tetap berada di jalur yang benar.

Black campaign adalah pengingat bahwa demokrasi bukanlah sistem tanpa celah.

Mempertahankan demokrasi adalah tanggung jawab bersama.

Pemilu bukan hanya tentang siapa yang memegang kekuasaan, tetapi tentang menciptakan bangsa yang lebih baik melalui proses yang adil, jujur, dan bermartabat.

Mari hentikan black campaign dan bersama-sama membangun politik yang lebih bersih di Indonesia.